BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Corpus Alienum (benda asing) pada saluran pernafasan merupakan istilah yang sering digunakan di dunia medis. Benda asing di saluran pernafasan adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada pada saluran pernafasan tersebut.
Benda asing pada saluran napas dapat terjadi pada semua umur terutama anak-anak karena anak-anak sering memasukkan benda ke dalam mulutnya bahkan sering bermain atau menangis pada waktu makan. Sekitar 70% kejadian aspirasi benda asing terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun. Hal ini terjadi karena anak seumur itu sering tidak terawasi, lebih aktif, dan cenderung memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya.
Benda asing dalam saluran pernafasan dapat menyebabkan keadaan yang berbahaya, seperti penyumbatan dan penekanan ke jalan nafas. Gejala sumbatan benda asing di saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan, sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Pada prinsipnya benda asing di esofagus dan saluran napas ditangani dengan pengangkatan segera secara endoskopik dalam kondisi yang paling aman dan trauma yang minimal.
Dari data-data diatas, penulis tertarik untuk membahas Corpus Alienum pada Saluran Pernafasan sebagai judul Makalah Keperawatan Kritis.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan Corpus Alienum pada Saluran Pernafasan
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengertian corpus alienum pada saluran pernafasan
b. Mahasiswa mengetahui klasifikasi corpus alienum pada saluran pernafasan
c. Mahasiswa mengetahui faktor-faktor predisposisi corpus alienum pada saluran pernafasan
d. Mahasiswa mengetahui anatomi dan fisiologi saluran pernafasan
e. Mahasiswa mengetahui gejala corpus alienum pada saluran pernafasan
f. Mahasiswa mengetahui komplikasi corpus alienum pada saluran pernafasan
g. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang corpus alienum pada saluran pernafasan
h. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan corpus alienum pada saluran pernafasan
1.3 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I: Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian corpus alienum saluran pernafasan, klasifikasi corpus alienum, faktor predisposisi corpus alienum pada saluran pernafasan, anatomi dan fisiologi saluran pernafasan, gejala corpus alienum pada saluran pernafasan, penatalaksanaan corpus alienum pada saluran pernafasan, pemeriksaan penunjang corpus alienum pada saluran pernafasan, komplikasi corpus alienum pada saluran pernafasan
BAB III: Penutup terdiri dari: kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Corpus alienum pada jalan nafas adalah benda asing yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada saluran nafas tersebut.
2.2 Klasifikasi
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen sedangkan yang berasal dari dalam tubuh disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen biasanya masuk melalui hidung atau mulut.
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat dapat berupa zat organik seperti kacang-kacangan dan tulang, ataupun zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain sebagainya. Benda asing eksogen cair dapat berupa benda cair yang bersifat iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.
Benda asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, cairan amnion, atau mekonium yang dapat masuk ke dalam saluran nafas bayi pada saat persalinan.
2.3 Faktor-Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas, antara lain:
1. Faktor individual; umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal.
2. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal, antara lain; keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme dan epilepsi.
3. Faktor fisik; kelainan dan penyakit neurologik.
4. Proses menelan yang belum sempurna pada anak.
5. Faktor dental, medical dan surgical, misalnya tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak usia kurang dari 4 tahun.
6. Faktor kejiwaan, antara lain, emosi, gangguan psikis.
7. Ukuran, bentuk dan sifat benda asing.
8. Faktor kecerobohan, antara lain; meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa, makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya belum tumbuh.
2.4 Anatomi dan Fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan manusia dimulai dari:
1. Hidung merupakan organ pertama yang dilalui oleh udara. Di dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut dan selaput lendir, yang berfungsi sebagai penyaring, penghangat dan pengatur kelembaban udara yang akan masuk keparu-paru.
2. Faring (tekak) merupakan persimpangan antara kerongkongan dan tenggorokan. Terdapat katup yang disebut epiglotis (anak tekak) berfungsi sebagai pengatur jalan masuk ke kerongkongan dan tenggorokan.
3. Trakea (Batang tenggorok) berupa pipa yang dindingnya terdiri atas 3 lapisan, yaitu lapisan luar terdiri atas jaringan ikat, lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan, dan lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium besilia. Terletak di leher bagian depan kerongkongan.
4. Bronkus merupakan percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan kiri. Struktur bronkhus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih halus. Kedudukan bronkhus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkhus kanan, sehingga bronkhus kanan lebih mudah terserang penyakit.
5. Bronkheolus adalah percabangan dari bronkhus, saluran ini lebih halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkheolus kiri berjumlah 2, sedangkan kanan berjumlah 3, percabangan ini akan membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh.
6. Alveolus berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung udara, dindingnya tipis setebal selapis sel, lembab dan berlekatan dengan kapiler darah. Alveolus berfungsi sebagai permukaan respirasi, luas total mencapai 100 m2 (50 x luas permukaan tubuh) cukup untuk melakukan pertukaran gas ke seluruh tubuh.
7. Paru-paru berjumlah sepasang terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan. Paru-paru kanan memiliki 3 lobus (gelambir), sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus (gelambir). Di dalam paru-paru ini terdapat alveolus yang berjumlah ± 300 juta buah. Bagian luar paru-paru dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika bernapas, berlapis 2 dan berisi cairan.
2.5 Gejala
Gejala dari masuknya benda asing ke dalam saluran pernafasan ditunjukkan dengan penderita batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa tersumbat di tenggorok, bicara gagap, dan obstruksi jalan napas segera. Jika benda asing di laring dapat menimbulkan kematian akibat penderita tak bisa bernapas.
Tabel 2.1 Gejala Klinis Aspirasi Benda Asing (Iran J, 2008)
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke dalam laring, trakea dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian sebelum diberikan pertolongan akibat sumbatan total.
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan mengalami 3 stadium, yaitu:
1. Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk-batuk hebat secara tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera.
2. Stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimtomatis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks akan melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya, sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda yang tidak jelas.
3. Stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru.
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala antara lain disfonia sampai afonia, apnea dan sianosis.
Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan disfonia sampai afonia, batuk yang disertai serak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing (penderita akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing tersebut tersangkut) dan dispnea dengan derajat bervariasi. Gejala ini jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih menyisakan reaksi laring oleh karena adanya edema.
2.6 Komplikasi
Komplikasi akibat aspirasi benda asing adalah infeksi paru, dimana perjalanan penyakitnya berhubungan dengan adanya obstruksi baik parsial atau total pada saluran nafas yang mengakibatkan peningkatan sekresi lendir dan pertumbuhan bakteri. Telah banyak kasus dilaporkan bahwa anak-anak yang dirawat karena pneumonia berulang atau abses paru kronik dengan penyebab awal adalah aspirasi benda asing. Sehingga perlu dipikirkan aspirasi benda asing sebagai etiologi pada infeksi paru kronik, bronkiektasis dan asma.
Tabel 2.2 Komplikasi Aspirasi Benda Asing (Chik et al, 2009)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologis dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang bersifat radioopak dapat dibuat rongent foto segera setelah kejadian, benda asing radiolusen dibuatkan rongent foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiologis yang berarti. Biasanya setelah 24 jam baru tampak tanda-tanda atelektasis atau emfisema.
Video fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi parsial. Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa, serta tanda-tanda infeksi saluran napas
2.8 Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan tepat, perlu diketahui dengan baik lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Secara prinsip benda asing di saluran napas dapat ditangani dengan pengangkatan segera secara endoskopik dengan trauma minimum. Umumnya penderita dengan aspirasi benda asing datang ke rumah sakit setelah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih. Penderita dengan benda asing di laring harus mendapat pertolongan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit.
Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya dengan tenaga medis/operator, kesiapan alat yang lengkap. Besar dan bentuk benda asing harus diketahui dan mengusahakan duplikat benda asing serta cunam yang sesuai benda asing yang akan dikeluarkan. Benda asing yang tajam harus dilindungi dengan memasukkan benda tersebut ke dalam lumen bronkoskop. Bila benda asing tidak dapat masuk ke lumen alat maka benda asing kita tarik secara bersamaan dengan bronkoskop.
Di Instalasi Gawat Darurat, terapi suportif awal termasuk pemberian oksigen, monitor jantung dan pulse oxymetri dan pemasangan IV dapat dilakukan. Bronkoskopi merupakan terapi pilihan untuk kasus aspirasi. Pemberian steroid dan antibiotik preoperatif dapat mengurangi komplikasi seperti edema saluran napas dan infeksi. Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan antibiotik spektrum luas yang cukup mencakup Streptokokus hemolitik dan Staphylococcus aureus dapat dipertimbangkan sebelum tindakan bronkoskopi.
Riwayat, pemeriksaan fisik dan radiologi sering menunjukkan dugaan benda asing saluran napas tanpa diagnosis pasti. Pada keadaan ini harus dibuktikan adanya benda asing secara endoskopi untuk menyingkirkan dari diagnosis diferensial. Keterlambatan mengeluarkan benda asing akan menambah tingkat kesulitan terutama pada anak, tetapi ahli endoskopi menyatakan walaupun bronkoskopi harus dilakukan pada waktu yang tepat dan cepat untuk mengurangi risiko komplikasi terapi tidak harus dilakukan terburu-buru tanpa persiapan yang baik dan hati-hati. Penatalaksanaan dan teknik ekstraksi benda asing harus dinilai kasus per kasus sebelum tindakan ekstraksi.
Bronkoskopi
Prinsip penanganan benda asing di saluran napas adalah mengeluarkan benda asing tersebut dengan segera dalam kondisi paling maksimal dan trauma paling minimal. Penentuan cara pengambilan benda asing dipengaruhi oleh faktor misalnya umur penderita, keadaan umum, lokasi dan jenis benda asing, tajam atau tidaknya benda asing dan lamanya benda asing berada di saluran napas. Sebenarnya tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan bronkoskopi, selama hal itu merupakan tindakan untuk menyelamatkan nyawa (life saving). Pada keadaan tertentu dimana telah terjadi komplikasi radang saluran napas akut, tindakan dapat ditunda sementara dilakukan pengobatan medikamentosa untuk mengatasi infeksi. Pada aspirasi benda asing organik yang dalam waktu singkat dapat menyebabkan sumbatan total, maka harus segera dilakukan bronkoskopi, bahkan jika perlu tanpa anestesi umum.
Gambar 2.2 Penatalaksanaan Bronkoskopi
Benda asing di bronkus dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi kaku maupun bronkoskopi serat optik. Pada bayi dan anak-anak sebaiknya digunakan bronkoskopi kaku untuk mempertahankan jalan napas dan pemberian oksigen yang adekuat, karena diameter jalan napas pada bayi dan anak-anak sempit. Pada orang dewasa dapat dipergunakan bronkoskop kaku atau serat optik, tergantung kasus yang dihadapi. Ukuran alat yang dipakai juga menentukan keberhasilan tindakan. Keterampilan operator dalam bidang endoskopi juga berperan dalam penentuan pelaksanaan tindakan bronkoskopi.
Bronkoskop kaku mempunyai keuntungan antara lain ukurannya lebih besar variasi cunam lebih banyak, mempunyai kemampuan untuk mengekstraksi benda asing tajam dan kemampuan untuk dilakukan ventilasi yang adekuat. Selain keuntungan di atas, penggunaan bronkoskop kaku juga mempunyai kendala yaitu tidak bisa untuk mengambil benda asing di distal, dapat menyebabkan patahnya gigi geligi, edema subglotik, trauma mukosa, perforasi bronkus dan perdarahan. Pada pemakaian teleskop maupun cunam penting diperhatikan bahwa ruang untuk pernapasan menjadi sangat berkurang, sehingga lama penggunaan alat-alat ini harus dibatasi sesingkat mungkin. Bronkoskop serat optik dapat digunakan untuk orang dewasa dengan benda asing kecil yang terletak di distal, penderita dengan ventilasi mekanik, trauma kepala, trauma servikal dan rahang.
Beberapa faktor penyulit mungkin dijumpai dan dapat menimbulkan kegagalan bronkoskopi antara lain adalah faktor penderita, saat dan waktu melakukan bronkoskopi, alat, cara mengeluarkan benda asing, kemampuan tenaga medis dan para medis, dan jenis anestesia. Sering bronkoskopi pada bayi dan anak kecil terdapat beberapa kesulitan yang jarang dijumpai pada orang dewasa, karena lapisan submukosa yang longgar di daerah subglotik menyebabkan lebih mudah terjadi edema akibat trauma. Keadaan umum anak capet menurun, dan cepat terjadi dehidrasi dan renjatan. Demam menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk pemakaian oksigen dan metabolisme jaringan, vasokontriksi umum dan perfusi jaringan terganggu. Adanya benda asing di saluran napas akan mengganggu proses respirasi, sehingga benda asing tersebut harus segera dikeluarkan.
Pemberian kortikosteroid dan bronkodilator dapat mengurangi edema laring dan bronkospasme pascatindakan bronkoskopi. Pada penderita dengan keadaaan sakit berat, maka sambil menunggu tindakan keadaan umum dapat diperbaiki terlebih dahulu, misalnya: rehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan asam basa, dan pemberian antibiotika. Keterlambatan diagnosis dapat terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan kewaspadaan penderita maupun orang tua mengenai riwayat tersedak sehingga menimbulkan keterlambatan penanganan.
Kesulitan mengeluarkan benda asing saluran napas meningkat sebanding dengan lama kejadian sejak aspirasi benda asing. Pada benda asing yang telah lama berada di dalam saluran napas atau benda asing organik, maka mukosa yang menjadi edema dapat menutupi benda asing dan lumen bronkus, selain itu bila telah terjadi pembentukkan jaringan granulasi dan striktur maka benda asing menjadi susah terlihat.
Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat dilakukan pada anak maupun dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke dalam laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar.
Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau hati dan fraktur kosta. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan. Pada sumbatan benda asing tidak total di laring perasat Heimlich tidak dapat digunakan. Dalam hal ini penderita dapat dibawa ke rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas endoskopik berupa laringoskop dan bronkoskop.
1) PUKULAN DAN HENTAKAN UNTUK SUMBATAN BENDA ASING
Pada penderita sadar yang mengalami aspirasi sehingga menyebabkan sumbatan partial sebaiknya penderita disuruh batuk dan meludahkannya. Pada penderita yang mengalami sumbatan total baik penderitanya sadar ataupun tidak apalagi sianosis, maka segera lakukan tindakan yang mungkin masih efektif dan dibenarkan.
Langkah-langkah untuk pukulan dan hentakan yang dianjurkan:
Pada penderita sadar:
1. Penderita disuruh membatukkan keluar benda asing tersebut. Bila dalam beberapa detik tindakan tersebut gagal, suruh penderita membuka mulut, dan bila penderita tidak sadar, buka mulutnya secara paksa, dan segera bersihkan mulut dan faringnya dengan jari. Kalau keadaan memungkinkan kita menggunakan laringoskop dan forsep Magill untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
2. Bila cara no.1 gagal, maka pada penderita sadar: Lakukan tiga sampai empat kali pukulan punggung diikuti tiga sampai lima kali hentakan abdomen atau dada dan ulangi usaha-usaha pembersihan.
Pada penderita tidak sadar:
Penderita diletakkan pada posisi horizontal dan usahakan ventilasi paru. Jika tindakan ini gagal, maka lakukan pukulan punggung sebanyak 3-5 kali, diikuti 3-5 kali hentakan abdomen atau hentakan dada. Ulangi usaha pembersihan dan ventilasi. Jika tindakan tersebut juga mengalami kegagalan, maka ulangi urutan ventilasi, pukulan punggung, hentakan dada, penyapuan dengan jari sampai penolong berhasil memberi ventilasi atau sampai perlengkapan untuk mengeluarkan benda asing dari jalan nafas secara langsung tiba. Selama melakukan tindakan-tindakan tersebut diatas periksa denyut nadi pembuluh darah besar, bila tidak teraba, segera lakukan Resusitasi Jantung Paru.
3. Tindakan terakhir yang masih dapat kita lakukan adalah, krikotirotomi, dan ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
Gambar 2.3 Back Blow pada Pasien Sadar
2) CARA-CARA MELAKUKAN PEMUKULAN PUNGGUNG DAN HENTAKAN ABDOMEN
Untuk pukulan punggung (A) lakukan 3 sampai 5 kali pukulan dengan pangkal telapak tangan diatas tulang belakang korban diantara kedua tulang belikatnya. Jika mungkin rendahkan kepala dibawah dadanya untuk memanfaatkan gravitasi.
Untuk hentakan abdomen (B) berdirilah di belakang penderita, lingkarkan kedua lengan penolong mengitari pinggang penderita, pergelangan atau kepalan tangan penolong berpegangan satu sama lain, letakkan kedua tangan penolong pada abdomen antara pusat dan prosesus sifoideus penderita dan kepalan tangan penolong menekan ke arah abdomen dengan hentakan cepat. Ulangi 3 sampai 5 kali. Hindari prosesus sofoideus. Hentakan dada diatas sternum bawah kurang menimbulkan bahaya, lebih-lebih pada wanita hamil atau gemuk.
Gambar 2.4 Heimlich Abdominal Trust pada Pasien Sadar
3) CARA-CARA PUKULAN PUNGGUNG (A) DAN HENTAKAN ABDOMEN (B) UNTUK SUMBATAN BENDA ASING PADA KORBAN BERBARING YANG TIDAK SADAR
Untuk pukulan punggung (A) gulirkan penderita pada sisinya sehingga menghadap penolong, dengan dadanya bertumpu pada lutut penolong, berikan 3 sampai 5 kali pukulan tajam dengan pangkal telapak tangan penolong diatas tulang belakang penderita, diantara kedua tulang belikat.
Untuk hentakan abdomen (B) letakkan penderita telentang (muka menghadap ke atas), penolong berlutut disamping abdomen penderita atau mengangkanginya. Penolong meletakkan tangan diatas tangan lainnya, dengan pangkal telapak tangan sebelah bawah digaris tengah antara pusat dan prosesus sifoideus penderita. Miringkan sehingga bahu penolong berada diatas abdomen penderita dan tekan ke arah diafragma dengan hentakan cepat ke dalam dan keatas. Jangan menekan ke arah kiri atau kanan garis tengah. Jika perlu ulangi 3 sampai 5 kali.
Gambar 2.5 Heimlich Abdominal Trust pada Pasien tidak Sadar
4) PUKULAN PUNGGUNG PADA BAYI DAN ANAK KECIL
Peganglah anak dengan muka kebawah, topanglah dagu dan leher dengan lutut dan satu tangan penolong kemudian lakukan pemukulan pada punggung secara lembut antara kedua tulang belikat bayi. Pada tindakan hentakan dada, letakkan bayi dengan muka menghadap keatas pada lengan bawah penolong, rendahkan kepala dan berikan hentakan dada secara lambat dengan dua atau tiga jari seperti kalau kita melakukan kompresi jantung luar. Jika jalan nafas anak hanya tersumbat partial, anak masih sadar serta dapat bernafas dalam posisi tegak, maka sebaiknya tindakan dikerjakan dengan peralatan yang lebih lengkap, bahkan mungkin menggunakan tindakan anestesi. Tindakan hentakan abdomen jangan dilakukan pada bayi dan anak kecil.
5) MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS
Membersihkan jalan nafas ada dua cara :
a. Dengan manual
b. Dengan penghisapan
Penghisapan benda asing dari jalan anfas ada dua cara:
1. Penghisapan benda asing dari daerah faring, hendaknya menggunakan penghisapan dengan tekanan negatif yang besar.
2. Penghisapan benda asing dari daerah trakheobronkus, hendaknya menggunakan penghisap dengan tekanan negatif yang lebih kecil, karena kalau terlalu besar dapat menyebabkan paru kolaps, sehingga paru dapat cedera dan penderita dapat mengalami asfiksi.
Untuk penghisapan di daerah trakheobronkus dan nasofaring sebaiknya menggunakan kateter dengan ujung lengkung dan lunak yang diberi jelly mulai dari ujung kateter sampai hampir seluruh kateter. Ujung yang lengkung tersebut memungkinkan kateter dapat dimasukkan ke dalam salah satu bronkus utama, sedangkan kalau kita menggunakan kateter yang lurus biasanya masuk ke bronkus kanan. Kalau kita ingin memasukkan kateter kedalam bronkus utama kiri sebaiknya kepala penderita dimiringkan ke kanan. Diameter kateter seharusnya kurang dari setengah diameter pipa trakea.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Corpus alienum pada jalan nafas adalah benda asing yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada saluran nafas tersebut.
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat dapat berupa zat organik seperti kacang-kacangan dan tulang, ataupun zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain sebagainya. Benda asing eksogen cair dapat berupa benda cair yang bersifat iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.
Benda asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, cairan amnion, atau mekonium yang dapat masuk ke dalam saluran nafas bayi pada saat persalinan. Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing.
Secara prinsip benda asing di saluran napas dapat ditangani dengan pengangkatan segera secara endoskopik dengan trauma minimum. Umumnya penderita dengan aspirasi benda asing datang ke rumah sakit setelah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih.
3.2 Saran
Untuk penanganan kasus pada corpus alienum saluran pernafasan, perawat harus dapat mengkaji terlebih dahulu kondisi pasien. Dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui letak corpus alienum guna membantu mempermudah melakukan tindakan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. 2000. Patofisiologi. Jakarta; EGC
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta; EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar