Kamis, 10 November 2011

Basic Life Support

BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 Bantuan Hidup Dasar (BLS-Basic Life Support)
Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama otak dan jantung.
Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai “Bantuan Hidup” (Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intra-vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hiudp Dasar (Basic Life Support). Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari
Melakukan bantuan ini tidak mempergunakan cairan, obat ataupun terapi kejut listrik. Bantuan Hidup Dasar atau yang disingkat BHD ini harus dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak terbatas kepada petugas paramedik atau tim medis.
Saat melaksanakan BHD ini, berpacu dengan waktu, sebab korban yang akan di tolong dalam keadaan terancam nyawanya. Oleh karena itu, pertolongan pertama yang dilakukan oleh penolong yang pertama kali melihat korban sangat dibutuhkan sebelum paramedis atau tim medis tiba di lapangan.
Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar. Otak dan jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 6 – 10 menit akan mengalami kematian, sehingga korban tersebut dapat mati.
Bantuan Hidup Dasar merupakan beberapa cara sederhana yang dapat mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Intinya adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan napas, bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah terjadinya kematian sel otak.



Komponen BLS ( Basic Life Support )
a.       D (Danger)                              : Electricity, Traffic, Falling objects, and Chemicals
b.      R (Respone)                            : Suara dan nyeri
c.       S (Shout for help)
d.      A (Airway Control)                : penguasan jalan napas
e.       B (Breathing Support)            : bantuan pernapasan
f.       C (Circulatory Suport)            : bantuan sirkulasi (pijatan jantung luar) dan
   Menghentikan perdarahan besar.

2.2 BLS Pre Hospital
Prosedur dasar  basic life support pre hospital yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! /  Bu!!! / Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

(Posisi Penolong Yang Benar)

A. (Airway) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukkan tindakan :
1.   Pemeriksaan jalan napas
        Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. 
2.   Membuka jalan napas
        Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).


B. (Breathing) Bantuan napas
Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :
1.      Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
2.      Memberikan bantuan napas.
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.  
Cara memberikan bantuan pernapasan :
a.       Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.


b.      Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.
c.       Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.


C.  (Circulation) Bantuan sirkulasi
 Terdiri dari 2 tahapan :
1.      Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm raba dengan lembut selama 5 – 10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.


2.      Memberikan bantuan sirkulasi.
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
a.       Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).


b.      Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.


c.       Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
d.      Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi)  dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).


e.       Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
f.       Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
g.      Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong. 
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 – 80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

D.  Menghentikan Perdarahan
Menghentikan perdarahan dapat dilakukan dengan cara :
1. Menekan dengan jari tangan
2. Penekanan dengan kain bersih/sapu tangan pada luka
3. Balut tekan
4. Torniket- hanya dalam keadaan tertentu
5. Menekan dengan jari tangan
Pembuluh darah yang terdekat dengan permukaan kulit ditekan dengan jari. Dengan menekan pembuluh darah anatara jari dan tulang, maka pembuluh darah akan berhenti.
Pada satu sisi manusia terdapat 6 titik pembuluh darah yang dapat ditekan dengan jari : Arteri temporalis Superficialis, Arteri Subclavia, Arteri Femoralis, Arteri Femoralis, Arteri Fasialis, Arteri Carotis Kommunis, Arteri Brachialis
6. Penekanan dengan kain bersih/sapu tangan pada luka
a.       Sapu tangan yang sudah disterilkan dan belum dipakai lipatan bagian dalam dianggap bersih
b.      Letakkan bagian yang bersih tersebut langsung diatas luka dan tekanlah
c.       Perdarahan dapat berhenti dan pencemaran oleh kuman-kuman dapat dihindarkan
7. Balut tekan
8. Torniket
Pemasangan toniket hanya pada keadaan tertentu, yaitu apabila anggota badan atas (lengan) atau anggota badan bawah (kaki) terputus :
a.       Tutup ujung tungkai yang putus dengan kain yang bersih
b.      Bagian yang putus dimasukkan kekantong plastik yang berisi es selanjutnya dibawa bersama-sama korban ke rumah sakit

E. Syok / Shock
Tanda-tandanya :
1. Kulit ; pucat, dingin, basah
2. Gelisah
3. Haus
4. Hitungan denyut nadi lebih dari 100 kali permenit
5. Nafas cepat
6. Orang-orangan mata (pupil) melebar

Tindakan :
1.      Tidurkan korban terlentang dengan kaki lebih tinggi daripada kepala
2.      Kendorkan pakaian korban
3.      Badan ditutupi dengan selimut
4.      Jangan diberi minum
Letakkan korban terlentang lurus bila ditemukan tanda-tanda kemungkinan patah tulang
Penanganan shock seperti penanganan PPGD dengan tetap mempertimbangkan ABC. Penatalaksanann pasien syock di bahas dalam Advanced Life Support

F. Balut-Bidai
1. Balut
Tujuannya adalah mencegah / menghindari terjadinya pencemaran kuman kedalam suatu luka.
Alat     : kain Segitiga, Perban, Balut Cepat, balut bertekanan/tensocrep
2. Bidai
Alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan (fiksasi) tulang yang patah. Syaratnya adalah Bidai harus dapat mempertahankan dua sendi tulang didepan tulang yang patah dan tidak boleh terlalu kencang dan ketat, karena akan merusak jaringan tubuh.
Alat :
a.       Anggota badan sendiri
b.      Papan, bambu, dahan
c.       Karton, majalah, kain
d.      Bantal,guling, selimut
e.       “air splint”
f.       “vakum matras”

G.  Transpotasi
Adalah proses memindahkan kasus gawat darurat dari satu tempat ketempat lain. Syaratnya ada;ah keadaannya stabil, jalan nafas dijamin terbuka/bebas, monitor (pengawasan ketat) dari nadi dan pernafasan.
Alat     :
1.      Tenaga Manusia
a.       Satu orang ; terutama untuk anggota pemadam kebakaran kalau menolong korban yang tidak sadar didalam gedung yang terbakar atau yang melewati jalan / lorong sempit. Catatan: Cara seperti ini tidak boleh dilakukan pada penderita yang mengalami patah tulang punggung.
b.      Dua orang ; kedua tangan korban pada bahu penolong yang berdiri di kanan dan dikiri, posisi setengah duduk pada keempat tangan penolong dapat juga menggunakan kursi.
c.       Tiga orang ; tiga penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan dibawah si korban
d.      Empat orang ; empat penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan dibawah si korban
e.       Enam orang ; cara mengangkat korban dengan menggunakan kain sprei, terutama kalau ada kecurigaan adanya patah tulang punggung.
2. Tandu kasur : Kasur, papan, dahan/bambu, matras
3. Kendaraan   : Darat, laut, udara


2.3 Pengkajian ABC (Airway,Breathing, dan Circulation)
2.3.1 Airway
1)      Menilai jalan nafas dan pernafasan
Obstruksi jalan nafas
Merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan circulation.lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada Airway yang baik.
a. Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih saat atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal larink, bila obstruksi total timbul perlahan (insidious) maka akan berawal dari obstruksi parsial menjadi total.
§  Bila penderita masih sadar
Penderita akan memegang leher, dalam keadaan sangat gelisah. Kebiruan (sianosis) mungkin ditemukan, dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada udara keluar-masuk/ventilasi). Dalam keadaan ini harus dilakukan perasat Heimlich (abdominal thrust). Kontra-indikasi Heimlich manouvre atau kehamilan tua dan bayi.


b. Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal, biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik nafas, inspirasi)
§  Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung dsb), bunti kumur-kumur.
§  Lidah yang jatuh kebelakang-mengorok
§  Penyempitan di larink atau trakhea-stridor
2) Pengelolaan Jalan nafas                  
a. Penghisapan (suction) – bila ada cairan
b. Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan memakai :
§  Angkat kepala-dagu (Head tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada kemungkinan patah tulang leher.
§  Angkat rahang (jaw thrust)

2.3.2 Breathing Dan Pemberian Oksigen
Bila Airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.
1. Pemeriksaan Fisik penderita.
a. Pernafasan Normal, kecepatan bernafas manusia adalah :
Dewasa : 12-20 kali/menit (20)
Anak-anak : 15-30 kali/menit (30)
Pada orang dewasa abnormal bila pernfasan >30 atau <10 kali/menit
b. Sesak Nafas (dyspnoe)
Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
§  Penderita mengeluh sesak
§  Bernafas cepat (tachypnoe)
§  Pemakaian otot pernafasan tambahan
§  Penderita terlihat ada kebiruan

2. Pemberian Oksigen
a. Kanul hidung (nasal canule)
b. Masker oksigen (face mask)
3. Pernafasan Buatan (artificial ventilation)
Bila diperlukan, pernafasan buatan dapat diberikan dengan cara :
a. Mouth to mouth ventilation ( mulut ke mulut )
Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18% (konsentrasi udara paru saat ekspirasi).
Frekuensi Ventilasi Buatan :
§  Dewasa 10-20 x/menit
§  Anak 20 x/menit
§  Bayi 20 x/menit
b. Mouth to mask ventilation
c. Bantuan Pernafasan memakai kantung (Bag-Valve-Mask, “Bagging”)

2.3.3 Circulation
1. Umum
a. Frekuensi denyut jantung
Frenkuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80/menit.
b. Penentuan denyut nadi
Pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada arteri radialis (lengan bawah, dibelakang ibu jari) atau arteri karotis, yakni sisi samping dari jakun.
2. Henti jantung
Gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. Penderita mungkin masih akan berusaha menarik nafas satu atau dua kali. Setelah itu akan berhenti nafas. Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri karotis yang berdenyut.
Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian dari resusitasi jantung paru (RJP,CPR). RJP hanya menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen tambahan mutlak diperlukan.



2.4 Henti Nafas Dan Jantung
Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah,
  1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.
  2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.
  3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
  4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat.
  5. Gagal ginjal, karena hiperkalemia

Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya, walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak irreversibel.
Tanda-tanda henti jantung adalah :
  1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
  2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)
  3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
  4. Terlihat seperti mati (death like appearance)
  5. Warna kulit pucat sampai kelabu
  6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik).

Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidaksadaran dan tidak teraba denyut arteri besar
  1. Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
  2. Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia.
  3. Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.
  4. Bila ragu-ragu, mulai saja RIP.
Penatalaksanaan henti nafas dan jantung :
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.
1. Resusitasi dilakukan pada :
§  Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
§  Serangan Adams-Stokes
§  Hipoksia akut
§  Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
§  Sengatan listrik
§  Refleks vagal
§  Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
2. Resusitasi tidak dilakukan pada :
§  Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
§  Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
§  Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar