BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gastritis adalah proses inflamsi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopastologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltarsi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik / ruangan penyakit dalam pada umumnya. Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5 – 6 tahun ini dan menyerang laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Laki-laki lebih banyak mengalami gastritis karena kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok.
Secara garis besar gastritis dapt dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran histologi yang khas, distribusi anatomi dan kemungkinan patogenesis gastritis. Berdasarkan pada manifestasi klini, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Masalah yang sering timbul pada gastritis umumnya mengalami masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri.
Saat ini dalam proses keperawatan gastritis banyak dijumpai dan menyerang 80 – 90% laki-laki. Pasien dan keluarga dengan penyakit gastritis membutuhkan pengawasan diet makanan setelah pulang dari rumah sakit dan sangat mudah terkena bila tidak mematuhi tentang penatalaksanaan diet dirumah. Makan makanan yang teratur dan menghindari makan yang dapat mengiritasi lambung. Maka kelompok sebagai tim kesehatan khususnya perawat mengangkat masalah perawatan penyakit gastritis. Berdasarkan uraian diatas makan kelompok akan memaparkan asuhan keperawtan pada klien dengan gastritis sebagai judul makalah ini.
B. Ruang Lingkup Masalah
Adapun masalah keperawatan yang timbul dari asuhan keperawatan yang tim penyusun bahas dimakalah ini adalah asuhan keperawatan gangguan sistem pencernaan gastritis.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa Prodi S1 Keperawatan dapat mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan berupa gastritis.
2. Tujuan Khusus
a. Agar Mahasiswa dapat mengetahui defenisi gastritis.
b. Agar Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pencernaan
c. Agar Mahasiswa dapat mengetahui etiologi gastritis
d. Agar Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi gastritis
e. Agar Mahasiswa dapat mengetahui pathway gastritis
f. Agar Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis gastritis
g. Agar Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari penyakit gastritis
h. Agar Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang
i. Agar Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis gastritis
j. Agar Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan gastritis
k. Agar Mahasiswa dapat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan oleh tim penyusun adalah menggunakan metode:
1. Metode Kepustakaan
Tim Penyusun memilih metode perpustakaan karna metode ini merupakan metode yang berlandaskan atas referensi yang terdapat dalam buku – buku di perpustakaan serta yang terdapat di web (internet).
2. Metode IPTEK
Dalam pembuatan makalah, tim penyusun menggunakan metode Iptek karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
BAB II
Tinjauan Teoritis
2.1. Pengertian
Gastritis merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung yang dapat bersifat akut dan kronik difus atau local (Soeparman, 2001 : 127). Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik difus dan lokal dan ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis superfisial akut dan gastritis atropi kronik (Brunner Suddarth, 2002 : 1062).
Klasifikasi dari penyakit gastritis yaitu:
1. Gastritis akut
Gastritis akut merupakan iritasi mukosa lambung yang sering diakibatkan karena diet yang tidak teratur. Dimana individu makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab. Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan biasanya jinak dan dapat sembuh dengan sendirinya, merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritasi lokal.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat,yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang mengakibatkan obstruksi pilorus. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik akut.
2. Gastritis Kronik
Merupakan iritasi lambung yang dapat disebakan oleh ulcus benigna atau maligna dari lambung atau lebih helicobacter pyloriy (H. Pylory). Gastritis kronik dapat dikalsifikasikan sebagai tipe A (Gastritis Autoimun) (Brunner and Suddarth, 2002 : 1062) .
2.2 Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring
c. Kerongkongan ( Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: oeso - "membawa", dan phagus - "memakan").
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
3. serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu
1. Kardia.
2. Fundus.
3. Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ) Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :
1. Kolon asendens (kanan)
2. Kolon transversum
3. Kolon desendens (kiri)
4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
g. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
h. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
i. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Organ-organ yang terletak di luar saluran pencernaan:
1. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
· Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
· Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
2. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
3. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
· Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
· Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
2.3 Patofisiologi
a. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam.
Pada yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Zat kimia yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.
b. Gastritis Kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan (Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999: 162).
2.4 Etiologi
Secara umum penyebab gastritis yaitu :
Secara umum penyebab gastritis yaitu :
a. Infeksi bakteri.
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak - kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.
b. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus.
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
c. Stress fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
2.5 Manifestasi Klinis
a. Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada Hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
b. Gastritis Kronik , kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, mual,muntah, asam dimulut, kembung, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.
2.6 Komplikasi
a. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
b. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B12, akibat kurang penyerapan, B12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.
2.7 Penatalaksanaan Medik
1. Gastritis Akut
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alcohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu akan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
· Untuk menetralisis asam, digunakan antasida umum (mis, Alumunium Hidroksida), untuk menetralisis alkali digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
· Bila korosi luas atau berat, emetic dihindari karena bahaya perforasi.
Terapi pendukung mencakup intubasi gastrointestinal, analgesic, dan sedative, antasida serta cairan intravena. Endoskopi fiberoptik mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus.
2. Gastritis Kronik
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stress, dan emulai farmakoterapi. H.Pylori dapat diatasi dengan antibiotic (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismuth (Pepto-Bismol). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorpsi vitamin B12 yang disebabkkan oleh adanya antibody terhadap factor intrinsik.
BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnese
1. Mencakup biodata/identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa, pekerjaan, kebangsaan, alamat, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2.Keluhan utama
Keluhan utama seperti :
· Adanya rasa perih, nyeri epigastrium.
· Adanya perdarahan atau muntah darah
· Nyeri setelah atau sebelum makan.
3.Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Hal ini meliputi keluhan umum mulai dari sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri perut, pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, kembung.
- Riwayat penyakit dahulu.
Mengkaji apakah klien pernah sakit seperti yang dirasakan sekarang atau pernah menderita penyakit keturunan atau yang lainnya yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan klien.
- Kebiasaan yang dialami
· Peminum alkohol
· Suka minum kopi, teh panas.
· Perokok
· Kebiasaan makan sedikit, terlambat makan, makan makanan yang pedas, mengandung gas atau asam.
· Kebiasaan bekerja keras : penyebab makan tak teratur.
· Penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter: aspirin, analgesik, steroid.
· Menjalankan diet ketat.
- Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Tanggapan klien mengenai kesehatan dan kebiasaan yang kurang menjaga kebersihan serta pemakaian obat yang mengiritasi lambung, intake makanan yang kurang menjaga kebersihan, tidak dimasak dahulu dan sering makan makanan yang terkontaminasi dengan bakteri.
2.Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya klien makan tidak teratur.
3. Pola aktivitas
Pada klien gastritis, akan mengalami gangguan karena selalu terdapat rasa nyeri pada daerah lambung.
4.Pola eliminasi
Pada umumnya pada klien gastritis tidak ada gangguan atau masalah pada pola eliminasi baik eliminasi alvi atau urin.
5. Pola istirahat dan tidur.
Rasa mual, nyeri yang sering menyerang epigastrium akan mengurangi waktu dan menjadi gangguan tidur klien.
6. Pola sensori dan kognitif.
Pada klien gastritis biasanya tidak ada gangguan pada panca indra.
7. Pola persepsi.
Klien mengalami kecemasan sebab sering merasa nyeri, mual, dan muntah.
8. Pola hubungan dan peran.
Klien masih tetap berinteraksi dengan orang lain dan hanya perannya yang terganggu karena klien harus banyak istirahat akibat nyeri yang sering dirasakan
9. Pola reproduksi dan seksual.
Pada umumnya klien tidak mengalami gangguan baik organ maupun kebiasaan seksualitas.
10. Pola penanggulangan stres.
Cara klien menanggulangi stress biasanya menggunakan meknisme koping yang baik jika dimotivasi oleh keluarga atau perawat.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kebiasan agama yang dianut, kebiasaan beribadah baik dirumah ataupun di rumah sakit.
Selama mengumpulakan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada pasien. Berikut ini adalah daftar pertanyyan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit.
Dengan metode PQRST :
Paliatif
a. Apakah gejala berhubungan dengan asietas,stres,alergi,makan atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat?
b. Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya atau pembedahan lambung?
c. Bagaimana gejala hilang?
d. Apakah gejala terjadi pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu atau alkohol?
Quantity
a. Apakah klien tampak lemah?
b. Apakah pasien merasakan nyeri ulu hati?
c. Apakah tidak dapat makan,mual,atau muntah?
d. Apakah pasien memuntahkan darah?
Regional
a. Dimana gejala dirasakan?
b. Apakah nyeri merambat pada daerah lain?
Skala
a. Berapa tingkat atau skala nyeri yang dirasakan?
Timing
a. Kapan klien merasakan perih di bagian epigastrium?
b. Kapan klien merasakan mual?
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik kemudian dilakukan untuk memastikan data subjektif yang didapat dari pasien.
a. Inspeksi
Pada klien gastritis, perhatikan apakah klien tampak, pucat, lemah, dan keluar keringat dingin. Perhatikan apakah klien mual, muntah dan anoreksia. Inspeksi membran mukosa bibir Inspeksi kontur dan simetrisitas abdomen diperhatikan dengan identifikasi benjolan lokal, distensi atau gerakan peristaltik,
b. Auskulatsi
Terdapat peningkatan bising usus.
c. Palpasi
Pada palpasi, adanya perubahan turgor kulit dan terdapat nyeri tekan di daerah epigastrik.
d. Perkusi.
Pada saat diperkusi, didapatkan suara tympani.
3.1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila pasien didiagnosis terkena Gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya.
Pemeriksaan ini meliputi :
1) Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori dalam darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat Gastritis.
2) Pemeriksaan Pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. Pylori atau tidak.
3) Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukan adanya perdarahan pada lambung.
4) Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test ini dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani test ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsi) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk diperiksa. Test ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat test ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5) Ronsen Saluran Cerna Bagian Atas
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien mencangkup berikut ini :
a. Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi
b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan masukan nutrien yan g tidak adekuat
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukaan cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karena muntah
d. Kurang pengetahuan tentang pelaksanaan program diet dan proses penyakit
e. Asietas berhubungan dengan pengobatan
3.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan utama mencangkup mengurangi ansietas, menghindari makanan pengiritan dan menjamin masukan adekuat, mempertahankan keseimbangan cairan, meningkatkan kesadaran tentang pelaksanaan diet, dan menghilangkan nyeri.
Rencana Asuhan keperawatan Gastritis
NO.
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan dan Kriteia Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
| |
1.
2.
3.
4.
|
Gangguan rasanyaman nyeri b.d iritasi mukosa lambung
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat, anoreksia mual dan muntah
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d pengeluaran cairan yang berlebihan
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi penyakit,perngobatan dan diet
|
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam, klien diharapkan nyeri pada daerah epigastrium dapat hilang
Kriteria hasil :
Rasa nyeri dapat hilang, perut terasa panas,mual dan muntah dapat hilang, klien tampak tenang.
Tujuan:
Setelah melakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam , klien diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil:
Nafsu makan dapat meningkat, mual muntah dapat hilang.
Tujuan:
Setelah melakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, klien diharapkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi .
Kriteria Hasil:
Klien mengatakan tidak haus lagi, muntah hilang, mukosa mulut dan bibir lembab, turgor kulit elastis, tekanan darah dapat kembali normal,elektrolit normal.
Tujuan:
Setelah melakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan pengetahuan klien tentang penyakitnya, serta diet dapat meningkat
Kriteria Hasil:
Klien mengetahui tentang proses penyakit, pengobatan serta diet makanan.
|
1. Kaji tingkat lokasi nyeri, karakteristik nyeri
2. Tingkatkan tirah baring, biarkan klien melakukan posisi yang nyaman.
3. Lakukan stimulasi kulit dengan memberikan buli-bulu hangat pada daerah yang sakit.
4. Berikan penjelasan pada klien dengan tidak makan-makanan yang mengiritasi lambung
5. Dorong klien untuk menggunakan teknik relaksasi contoh yang yang bimbingan imajinasi,risualisasi, latihan nafas dalam dan distraksi.
6. Monitir TTV
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat nyeri lambung sesuai dengan indikasi
1. Kaji penyebab klien tidak mau makan
2. Berikan penjelasn tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
3. Berikan suasana yang menyenangkan pada saat makan dan hindari dari rangsangan bau
4. Berikan makanan lunak dalam porsi kecil tapi sering
5. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet klien
1. Kaji penyebab gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Berikan klien banyak minum
3.Monitor tanda-tanda dehidrasi
4. Observasi tanda-tanda vital
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan infus
1. Kaji tingkat pengetahuan klien
2. Gunakan pendekatan teknik komunikasi terapeutik dalam menjelaskan informasi tentang penyakit,pengobatan serta diet makanan.
|
1. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan atau perbaikan penyakit, serta dapat mengetahui terjadinya komplikasi.
2. Tirah baring pada posisi fowler rendah dapat menurunkan tekanan intra abdomen serta klien dapat menghilangkan nyeri secara normal
3. Stimulus kulit dapat menghambat impuls montorik menuju otot-otot pada daerah nyeri
4. Menghindari pengiritasian lambung yang berlebihan dan mengurangi rasa sakit
5. Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian serta dapat meningkatkan kopuas.
6. TTV mewrupakan parameter peningkatan reaksi fisiologi yang disebabkan karena adanya nyeri.
7. Antasida dan primperan dapat menghilangkan rasa mual dan muntah
1. Sebagai dasar dalam menentukan tindakan yang tepat bagi klien
2. Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit
3. Suasana yang nyaman dapat meningkatkan nafsu makan dan makanan yang tidak merangsang dapat menghilangkan rasa mual
4. Makanan yang lunak dapat membantu proses kerja pencernaan dan dalam pemberian porsi yang seri ng dapat mencegah kekosongan lambung
5. Dapat memberikan dan meningkatkan nafsu makan selama makan.
6. Diet dapat membantu dalam mempercepat pemenuhan kebutuhan nutrisi
1. Sebagai dasar dalam menentukan tindakan yang tepat untuk klien dalam memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Asupan cairan dan elektrolit yang cukup akan membantu mempercepat proses metabolisme tubuh
3. Mengetahui tingkat dan dengan kekurangan cairan elektrolit tubuh mempermudah dalam memberi pengobatan
4. Tanda-tanda vital merupakan parameter peningkatan respon fisiologis dari kekurangan cairan dan elektrolit
5. Tindakan yang terdapat dalam pemberian infus dapat membantu mempercepat kebutuhan cairan dan elektrolit
1. Mengetahui kemampuan persepsi klien tentang proses penyakit
2. Pendekatan yang baik dan keterangan jelas akan numbuhkan rasa percaya diri klien dan menambah pengetahuan klien.
| |
3.4 Implementasi Keperawatan
a. Mengurangi ansietas
Bila pasien mencerna asam atau alkali, maka tindakan darurat diperlukan.terapi pendukung diberikan pada pasien dan keluarga selama pengobatan dan setelah mencerna asam atau alkali yang telah dinetralisasi atau diencerkan. Pasien perlu disiapkan untuk pemeriksaan diagnostik (endoskopi) atau pembedahan. Ansietas karena nyeri dan modalitas pengobatan biasanya timbul demikian juga rasa takut terhadap kerusakan permanen pada esophagus. Perawat menggunakan pendekatan untuk mengkaji pasien dan menjawab semua pertanyaan selengkap mungkin. Semua prosedur dan pengobatan dijelaskan sesuai dengan minat dan tingkat pemahaman pasien.
b. Meningkatkan nutrisi
Untuk gastritis akut, dukungan fisik dan emosi diberikan dan pasien dibantu untuk menghadapi gejala, yang dapat mencakup mual, muntah, sakit uluhati, dan kelelahan. Makanan dan cairan tidak diijinkan melalui mulut selama beberapa jam atau beberapa hari sampai gejala akut berkurang. Bila terapi intravena diperlukan, pemberiannya dipantau dengan teratur, sesuai dengan nilai elektrolit serum. Bila gejala berkurang, pasien diberikan es batu diikuti dengan cairan jernih. Makanan padat diberikan sesegera mungkin untuk memberikan nutrisi oral, menurunkan kebutuhan terhadap terapi intravena, dan meminilkan iritasi pada mukosa lambung. Bila makanan diberikan, adanya gejala yang menunjukkan berulangnya episode gastritis dievaluasi dan dilaporkan.
c. Meningkatkan keseimbangan cairan
Masukan dan haluaran cairan setiap hari dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda awal dehidrasi (haluaran uron minimal 30 ml/jam, masukan minimal 1,5L/hari). Bila makanan dan minuman ditunda, cairan intravena (3L/Hari) biasanya diberikan. Masukan cairan ditambah nilai kalori diukur. Nilai elektrolit dapat dikaji setiap 24 jam untuk mendeteksi indikator awal ketidakseimbangan.
Perawat harus selalu waspda terhadap adanya indikator gastritis hemoragi; hematemesis (muntah darah), takikardi, dan hipotensi. Bila ini terjadi , dokter diwaspadakan, tanda vital dipantau sesuai kebutuhan kondisi pasien, dan ikuti pedoman penatalaksanaan perdarahan GI.
d. Menghilangkan nyeri
Pasien diinstruksikan untuk menghindari makanan dan minuman yang dapat mengiritasi mukosa lambung. Perawat mengkaji tingkat nyeri dan kenyamanan pasien setelah penggunaan obat-obatan dan menghindari zat pengiritasi.
e. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah.
Pengetahuan pasien tentang gastritis dievaluasi sehingga rencana penyuluhan dapat bersiifat ndividual.diet diresepkan dan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori harian pasien, makanan yang disukai, dan pola makan.
Pasien diberi daftar zat-zat untuk dihindari (mis: kafein,nikotin, bumbu oedas, pengiritasi, atau makanan sangat merangsang. Alkohol). Antibiotik, garam bismut, obat-obatan untuk melindungi sel-sel mukosal dari sekresi lambung diberikan sesuai resep. Pasien dengan anemia pernisiosa diberi instruksi tentang kebutuhan terhadap injeksi vitamin B12 jangka panjang.
3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Menunjukkan berkurangnya ansietas
2. Menghindari makan makanan pengiritan atau minuman yang mengandung kafein atau alkohol.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
a. Mentoleransi terapi intravena sedikitnya 1,5 L setiap hari
b. Minum 6 sampai 8 gelas air setiap hari
c. Mempunyai haluaran urin kira-kira 1 L setiap hari
d. Menunjukan haluaran urin yang adekuat
4. Memahami program pengobatan
a. Memilih makanan dan minuman bukan pengiritasi
b. Menggfunakan obat-obat sesuai resep
5. Melaporkan nyeri berkurang.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gastritis adalah proses inflamsi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopastologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltarsi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik / ruangan penyakit dalam pada umumnya. Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5 – 6 tahun ini dan menyerang laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Berdasarkan pada manifestasi klini, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Masalah yang sering timbul pada gastritis umumnya mengalami masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri. Pasien dan keluarga dengan penyakit gastritis membutuhkan pengawasan diet makanan setelah pulang dari rumah sakit dan sangat mudah terkena bila tidak mematuhi tentang penatalaksanaan diet dirumah.
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami penyakit Gastritis sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien dengan penyakit Gastritis. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan penyakit Gastritis, khususnya asuhan keperawata pada lansia dengan penyakit Gastritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar