ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. Z DENGAN COMBUSTIO DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
TANGGAL 10 MEI 2013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALMA ATA
YOGYAKARTA T.A 2012/2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat
kecelakaan pada semua kelompok umur.
Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita,
terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).
Di Negara Negara eropa jumlah korban meninggal akibat
luka bakar terutama di Inggris dan Wales dalam satu dekade ini dilaporkan
mengalami penurunan sejumlah 30 %. Angka pasti korban luka bakar dan
membutuhkan perawatan dirumah sakit belum diketahui. Sampai saat ini belum ada
data statistic yang menggambarkan angka kejadian tersebut namun sebagai
gambaran, angka yang diterbitkan Departemen kesehatan, social dan keamanan
tahun 1981, berdasarkan 10% sampel
kejadian dan kematian dari pusat pelayanan Rumah Sakit yang ada diinggris didapat jumlah 10.960 korban luka bakar yang
mendapat perawatan dirumah sakit terdiri dari 5510 anak usia 0-14 tahun, 5450
dewasa.
Di
Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya
untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di
rumah sakit dengan injuri yang berat.
Di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi,
lebih dari 250 jiwa pertahun meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan jumlah
anak – anak dan lansia cukup tinggi di Indonesia serta ketidakberdayaan anak-
anak dan lansia untuk menghindari terjadinya kebakaran, maka, usia anak- anak
dan lansia menyumbang angka kematian tertinggi akibat luka bakar yang terjadi di
Indonesia (http://www.lukabakar.net.htm)
B. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada
klien dengan luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah
yang berhubungan dengan luka bakar..
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien
dengan luka bakar..
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada
klien dengan luka bakar..
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan
luka bakar.
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada
klien dengan luka bakar.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang
dilakukan pada klien dengan luka bakar.
B.
Metode
Penulisan
Dalam penulisan makalah
ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran
masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang
ada, baik di buku, jurnal maupun di internet.
C.
Sistematika
Penulisan
Makalah
ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB
I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang,
tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II :
Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis,
klasifikasi, etiologi, patofisiologi dan
pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan pemeriksaan
penunjang.
BAB
III :
Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
BAB
IV : Penutup terdiri dari : kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Luka Bakar (Combustio)
Combutsio
(Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas (
thermal), kimia, elektrik dan radiasi ( Suriadi, 2010).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan
oleh kontak dengan suhu tinggi seperti
api, air pana, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan
suhu rendah (Arif Mansjoer dkk, 2002).
Apabila luka bakar digolongkan
berdasarkan usia pasien dan jenis cedera maka polanya adalah:
1.
Toddler lebih sering menderita luka
bakar akibat tersiram air panas
2.
Anak-anak yang lebih besar lebih
cenderung mengalami luka bakar akibat api
3.
20% dari semua kasus pediatrik dapat
disebabkan oleh penganiaan anak (Herndon dkk,2006)
4.
Anak-anak yang bermain korek api atau
pemantik api menyebbabkan 1 dari 10 kasus kebakaran rumah.
Luasnya destruksi
jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas sumber panas, durasi
kontak atau pajanan, konduktifitas jariangan yang terkena, dan kecepatan energi
panas meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas berintensitas
tinggi akibat api dapat mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka bakar
akibat pajanan lama terhadap panas berintensitas dalam air panas.( Wong, 2008)
B.
Etiologi
Etiologi luka bakar dibagi dalam
beberapa hal berdasarkan :
1.
Luka Bakar Suhu
Tinggi (Thermal Burn)
a.
Gas
b.
Cairan
c.
Bahan padat
(Solid)
2.
Luka Bakar Bahan
Kimia (Chemical Burn)
3.
Luka Bakar
Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4.
Luka Bakar
Radiasi (Radiasi Injury)
Setelah mengalami luka
bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan fase, yaitu :
1. Fase
Akut
Disebut
sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita
akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase
awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway), mekanisme
bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway tidak hanya
dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam
pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang
berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan
tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat
berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan masalah
instabilitas sirkulasi.
2. Fase
Subakut
Berlangsung
setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada
struktur atau organ – organ fungsional, keadaan hipermetabolisme.
3. Fase
Lanjut
Fase
lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
C.
Patofisiologi
Luka bakar disebabkan
oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh. Kulit dengan luka bakar
akan mengalami kerusakn pada epidermis, dermis maupun jaringan sebkutan
tergantung factor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau
penyebabnya. Dalam luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan kulit
dan kematian sel-sel.
Luka bakar
mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium
klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebakan terjadi
edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi.
Kehilangan cairan tubuh
pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
1.
Peningkatan mineral okartikoid (retensi
air, natrium, klorida, dan ekskresi kalium).
2.
Peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, keluarnya elektrolit, protein dan pembuluh darah.
3.
Perbedaan tekanan osmotic dan ekstra
sel.
Kehilangan volume cairan akan
mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh. Luka bakar akn
mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi seluruh
system tubuh pasien. Seluruh system tubuh pasien. Seluruh system tubuh
menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka
bakar dan pada pasien luka bakar yang luasnya (mayor) tubuh tidak mampu lagi
untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi diantaranya
adalah syok hipovalemik. (Corwin, 2000).
D.
Pathway
E.
Klasifikasi Luka Bakar
1.
Dalamnya Luka
Bakar
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan partial
superficial (tingkat I)
|
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
|
§ Kering tidak ada gelembung.
§ Oedem minimal atau tidak ada.
§ Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.
|
Bertambah merah.
|
Nyeri
|
Lebih dalam dari ketebalan partial (tingkat II) SuperfisialDalam
|
§ Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
§ Jilatan api kepada pakaian.
§ Jilatan langsung kimiawi.
§ Sinar
ultra violet.
|
§ Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah
besar.
§ Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan
dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah
coklat.
|
Sangat nyeri
|
Ketebalan sepenuhny
(tingkat III)
|
§ Kontak dengan bahan cair atau padat.
§ Nyala api.
§ Kimia.
§ Kontak dengan arus listrik.
|
§ Kering disertai kulit mengelupas.
§ Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit
yang mengelupas.
§ Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak
membesar.
§ Tidak
pucat bila ditekan.
|
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.
|
2. Luas Luka Bakar
Wallace
membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atau rule of wallace yaitu:
a. Kepala
dan
leher : 9%
b. Lengan
masing-masing
9% : 18%
c. Badan
depan 18%, badan belakang 18% :
36%
d. Tungkai
masing-masing
18% : 36%
e. Genetalia/perineum :
1%
3. Berat Ringannya Luka Bakar
Untuk
mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain
:
a. Persentasi
area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
b. Kedalaman
luka bakar.
c. Anatomi
lokasi luka bakar.
d. Umur
klien.
e. Riwayat
pengobatan yang lalu.
f. Trauma
yang menyertai atau bersamaan.
F.
Perubahan Fisiologis
Pada Luka Bakar
Perubahan
|
Tingkatan
Hipovolemik
(
s/d 48-72 jam pertama)
|
Tingkatan
Diuretic
(12
jam – 18/24 jam pertama)
|
||
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
|
Pergeseran cairan
ekstraseluler.
|
Vaskuler ke
insterstitial.
|
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.
|
Interstitial ke
vaskuler.
|
Hemodilusi.
|
Fungsi renal.
|
Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
|
Oliguri.
|
Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
|
Diuresis.
|
Kadar sodium/natrium.
|
Na+direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam
cairan oedem.
|
Defisit sodium.
|
Kehilangan Na+melalui diuresis (normal kembali setelah 1
minggu).
|
Defisit sodium.
|
Kadar potassium.
|
K+ dilepas
sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+berkurang
ekskresi karena fungsi renal berkurang.
|
Hiperkalemi
|
K+ bergerak
kembali ke dalam sel, K+ terbuang
melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).
|
Hipokalemi.
|
Kadar protein.
|
Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
|
Hipoproteinemia.
|
Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.
|
Hipoproteinemia.
|
Keseimbangan
nitrogen.
|
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak
kehilangan dari masukan.
|
Keseimbangan nitrogen
negatif.
|
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
|
Keseimbangan nitrogen
negatif.
|
Keseimbnagan asam
basa.
|
Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam
dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir
tertahan), kehilangan bikarbonas serum.
|
Asidosis metabolik.
|
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai
peningkatan produk akhir metabolisme.
|
Asidosis metabolik.
|
Respon stres.
|
Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.
|
Aliran darah renal
berkurang.
|
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi
pribadi.
|
Stres karena luka.
|
Eritrosit
|
Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
|
Luka bakar termal.
|
Tidak terjadi pada hari-hari pertama.
|
Hemokonsentrasi.
|
Lambung.
|
Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
|
Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
|
Akut dilatasi dan paralise usus.
|
Peningkatan jumlah
cortison.
|
Jantung.
|
MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan
oleh kulit yang terbakar.
|
Disfungsi jantung.
|
Peningkatan zat MDF
(miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok
spetic.
|
CO menurun.
|
G.
Indikasi Rawat Inap
Luka Bakar
1. Luka
bakar grade II:
a. Dewasa
> 20%
b. Anak/orang
tua > 15%
2. Luka
bakar grade III.
H.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar
adalah dengan menutup lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi dan mengurangi
rasa sakit. Pencegahan trauma pada kulit yang vital dan elemen
didalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita
Selekta Kedokteran, 2002).
Pada saat kejadian, hal
yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari sumber trauma.
Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma dengan bahan
kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada sel
di jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus walau api
telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu
dingin pada jam pertama setelah kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian
yang terkena selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini
tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena akan terjadi hipotermia yang
menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah
sebagai berikut :
1.
Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway),
pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation).
2.
Periksa jalan
napas.
3.
Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas
dengan pembersihan jalan napas (suction dan lain sebagainya), bila
perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
4.
Berikan oksigen.
5.
Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan
cairan ringer laktat untuk mengatasi syok.
6.
Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.
7.
Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama
ada ileus paralitik.
8.
Pasang pemantau tekanan vena sentral (central
venous pressure/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar
ekstensif.
9.
Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk
menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian
jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat
ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3
dengan luas >25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat
dihentikan bila masukkan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang
lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar,
yaitu :
a.
Cara Evans.
Untuk menghitung jumlah cairan
pada hari pertama hitunglah :
1)
Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
2)
Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid
(2)
3)
2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan
(3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Pada hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama. Pada hari ketiga
berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan
lakukan penghitungan diuresis.
b.
Cara Baxter.
Merupakan cara lain yang lebih
sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus
= %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8
jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan
larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan
setengah dari jumlah hari pertama
Prinsip penatalaksanaan
luka bakar adalah :
1. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat I
adalah sebagai berikut :
a)
Memberikan salam
kepada klien dengan nada lembut dan senyum serta menanyakan luka bakar di
bagian tubuh sebelah mana.
b)
Menjelaskan
tujuan perawatan luka bakar untuk
mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan luka serta mencegah kecacatan.
c)
Menanyakan
kepada klien apakah ada yang belum di mengerti mengenai perawatan luka bakar
dan menanyakan kesiapan klien untuk dilakukan tindakan luka bakar ,jika klien
siap maka dilanjutkan penandatanganan informed consent.
d) Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya luka dapat terlihat jelas dan mudah dilakukan
perawatan luka oleh pemeriksa, misalnya apabila luka ada di tubuh sebelah kiri
maka tubuh klien miring ke kanan dan begitu juga sebaliknya dan posisi luka
menghadap ke atas.
e)
Membuka
peralatan medis dan meletakkan di samping kiri klien.
f)
Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta
ijin untuk membuka pakaian supaya luka terlihat jelas dan membuka pakaian
dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl 0,9%.
g)
Membersihkan
luka bakar dengan cara mengirigasi yaitu
dengan cara mengaliri bagian luka menggunakan NaCl 0,9% dengan meletakan
bengkok di bawah luka terlebih dahulu.
h)
Melakukan
debridement bila terdapat jaringan nekrotik dengan cara memotong bagian
nekrotik dengan mengangkat jaringan nekrotik menggunakan pinset chirurgis
dan digunting dengan gunting chirurgis mulai dari bagian yang
tipis menuju ke bagian tebal , dan bila
ada bula dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum spuit steril sejajar
dengan permukaan kulit dibagian pinggir
bula kemudian dilakukan pemotongan kulit bula dimulai dari pinggir dengan
menggunakan gunting dan pinset chirugis.
i)
Mengeringkan luka dengan cara mengambil kasa steril dengan pinset
anatomis lalu kasa steril ditekankan pelan-pelan sehingga luka benar-benar
dalam kondisi kering.
j)
Memberikan obat topical (silver sulfadiazin)
sesuai luas luka dengan menggunakan dua jari
yang telah diolesi obat tersebut.
k)
Menutup luka
dengan kasa steril.
l)
Memasang
plester dengan digunting sesuai ukuran dan ditempelkan di atas kasa
steril.
m) Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.
n)
Membersihkan
alat medis
o)
Membersihkan
sampah medis
p)
Membersihkan
ruangan.
2. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat II –
III adalah memberikan tindakan resusitasi cairan :
a) Pada orang dewasa, dengan luka bakar tingkat II-III 20
% atau lebih sudah ada indikasi untuk pemberian infus karena kemungkinan
timbulnya syok. Sedangkan pada orang tua dan anak-anak batasnya 15%.
b) Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah
formula menurut Baxter. Formula Baxter terhitung dari saat kejadian (orang
dewasa) :
1). 8 jam
pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat.
2). 16 jam berikutnya ½ (4cc x KgBB x % luas luka
bakar) Ringer Laktat ditambah 500-1000cc koloid.
c) Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
1) Replacement : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
2) Kebutuhan faali : Umur sampai 1 tahun 100cc/
KgBB
Umur
1-5 tahun 75cc/ KgBB
Umur
5-15 tahun 50cc/ Kg BB
d) Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian dari
total cairan diberikan dalam bentuk larutan Ringer Laktat dan 3/20 bagian
diberikan dalam bentuk koloid. Ringer laktat dan koloid diberikan bersama dalam
botol yang sama. Dalam 8 jam pertama diberikan ½ jumlah total cairan dan dalam
16 jam berikutrnya diberikan ½ jumlah total cairan.
3. Bila luka
bakar Derajat II dalam, III atau lebih
dari 25 % pasien dirujuk ke Rumah Sakit.
I. Pengkajian
Pengkajian
adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya,
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien tersebut. Data dasar pengkajian
klien dengan luka bakar (Doengoes, 2000) yang perlu dikaji :
a.
Aktifitas/istirahat :
Tanda
: Penurunan kekuatan, tahanan;
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan
tonus.
b.
Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) :
Hipotensi (syok); takikardia (syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).
c.
Integritas ego:
Gejala: Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda
: Ansietas, menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d.
Eliminasi :
Tanda
: Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e.
Makanan/cairan :
Tanda
: Oedema jaringan umum;
anoreksia; mual/muntah.
f.
Neurosensori:
Gejala:
Area batas; kesemutan.
Tanda:
Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas.
g.
Nyeri/kenyamanan :
Gejala
: Berbagai nyeri; contoh luka
bakar derajat pertama secara ekstern sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan
udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h.
Pernafasan :
Gejala
: Terkurung dalam ruang tertutup;
terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda
: Serak; batuk mengi; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor
(oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i.
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum : Destruksi jaringan
dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area
kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
Cedera
Api : Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan
mulut kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan /
atau lingkar nasal.
J. Diagnosa keperawatan
1.
Kekurangan Volume Cairan b/d Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
2.
Nyeri
akut b/d injuri fisik
3.
Kerusakan integritas kulit b/d mekanik
(luka bakar)
4.
Resiko infeksi b/d ketidak adekuatan pertukaran
skunder
K.
Intervensi
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Kekurangan
Volume Cairan berhubungan dengan Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
|
Setelah dilakukan askep selama 3x24
jam cairan adekuat dengan
Kriteria Hasil :
v Mempertahankan
urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
v Tekanan
darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
v Tidak
ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
|
Fluid management
·
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
·
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
·
Monitor vital sign
·
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
·
Kolaborasikan pemberian cairan IV
·
Monitor status nutrisi
·
Dorong masukan oral
·
Berikan penggantian nasogatrik sesuai output
·
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
·
Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
·
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
·
Atur kemungkinan tranfusi
·
Persiapan untuk tranfusi
|
2.
|
Nyeri b/d Agen injuri fisik (luka
bakar)
|
Setelah
dilakukan Askep selama 3x24 jam nyeri berkurang dengan
Kriteria Hasil :
v Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
v Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
v Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
v Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
v Tanda
vital dalam rentang normal
|
Pain Management
|
3
|
Kerusakan integritas
kulit b/d mekanik (luka bakar)
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam integritas jaringan: kulit dan
mukosa normal dengan indikator:
v temperatur jaringan dalam rentang yang diharapkan
v elastisitas dalam rentang yang diharapkan
v hidrasi dalam rentang yang diharapkan
v pigmentasi dalam rentang yang diharapkan
v warna dalam rentang yang diharapkan
v tektur dalam rentang yang diharapkan
v bebas dari lesi
v kulit utuh
|
PENGAWASAN KULIT
·
Inspeksi
kondisi luka operasi
·
Observasi
ekstremitas untuk warna, panas,
keringat, nadi, tekstur, edema, dan luka
·
Inspeksi
kulit dan membran mukosa untuk kemerahan, panas, drainase
·
Monitor
kulit pada area kemerahan
·
Monitor
penyebab tekanan
·
Monitor
adanya infeksi
·
Monitor
kulit adanya rashes dan abrasi
·
Monitor
warna kulit
·
Monitor
temperatur kulit
·
Catat
perubahan kulit dan membran mukosa
·
Monitor
kulit di area kemerahan
MANAJEMEN TEKANAN
·
Tempatkan
pasien pada terapeutic bed
·
Elevasi
ekstremitas yang terluka
·
Monitor
status nutrisi pasien
·
Monitor
sumber tekanan
·
Monitor
mobilitas dan aktivitas pasien
·
Mobilisasi
pasien minimal setiap 2 jam sekali
·
Back rup
·
Ajarkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
|
4
|
Resiko Infeksi
-
|
Setelah dilakukan askep selama 3x24
jam tidak terjadi infeksi dengan
Kriteria Hasil :
v Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi
v Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
v Jumlah
leukosit dalam batas normal
v Menunjukkan
perilaku hidup sehat
|
Infection Control (Kontrol infeksi)
·
Monitor Ku dan Vital sign
·
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
·
Pertahankan teknik isolasi
·
Batasi pengunjung bila perlu
·
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
·
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
·
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan
·
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
·
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
·
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
·
Tingktkan intake nutrisi
·
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
·
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
·
Monitor hitung granulosit, WBC
·
Monitor kerentanan terhadap infeksi
·
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
·
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
·
Pertahankan teknik isolasi k/p
·
Berikan perawatan kulit pada area luka bakar
·
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
·
Ispeksi kondisi luka bakar
·
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
·
Dorong masukan cairan
·
Dorong istirahat
·
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
·
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
·
Ajarkan cara menghindari infeksi
·
Laporkan kecurigaan infeksi
·
Laporkan kultur positif
|
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
A. Identitas
klien
Nama :
An Z.
Umur :
1 tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
Status perkawinan :
Belum kawin
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Wingko Tinupuk Ngombol Purworejo
Tanggal Pengkajian : 10 Mei 2013 Jam : 16.00 wib
B. Diagnosa
Medis : Combustio Grade II (80%)
Keluhan Masuk
Klien datang ke IGD dengan
combustio hampir seluruh tubuh akibat terbakar bensin
C. Primary
Survey
1. Airway
(Jalan nafas)
Tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas
2. Breathing
(Pernafasan)
Frekuensi nafas 30 x / m, Tidak terdapat
batuk, nafas cepat, anak menangis kuat
3. Circulation
Nadi : 80 x/menit
4. Disability
Kesadaran klien : Compos mentis ( GCS :
15)
5. Eksposure
Terdapat luka bakar pada kepala, wajah,
ektrimitas, punggung, grade 2 (80%)
D. Analisa
Data
DATA
|
Masalah
|
Penyebab
|
DS : -
DO :
a.
Terdapat luka bakar greade 2
b.
Luas luka bakar 66 %
c.
An. Z menangis
d.
Anak lahap saat diberi susu
e.
Klien tampak gelisah
f.
Terpasang DC urin tidak keluar
g.
Balance cairan
IWL = 15xBBx24 jam
IWL =15x10x24 jam
IWL = 3600
Intake = infus 200
+ minum 120
Intake = 220
Output = tidak ada
urin
Balance cairan =
intake- output – IWL
Balance cairan =
320-0-3600
Balance cairan = -
3280
|
Kekurangan volume
cairan
|
Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
|
DS
DO :
a. Terdapat
luka bakar greade 2
pada wajah, kepala
ekstremitas dan punggung
b. Luka
basah
c. Luka
Berwarna kemerahan
d. Luas
luka bakar 66 %
e. Terdapat
bula
f. Klien
tampak meringis kesakitan
g. Klien
tampak gelisah
|
Nyeri Akut
|
Agen injury : Fisik
|
DS :
DO
:
a.
Terdapat luka bakar greade 2 pada
kepala, wajah, ekstremitas dan punggung
b.
Luka basah
c.
Luka Berwarna kemerahan
d.
Luas luka bakar 66 %
e.
Terdapat bula
|
Kerusakan integritas
kulit
|
Mekanikal (Luka
Bakar)
|
E.
Diagnosa Keperawatan
a.
Kekurangan
volume cairan b/d Kegagalan
mekanisme regulasi (pengaturan)
b. Nyeri
akut b/d Agen injury : Fisik
c. Kerusakan
integritas kulit b/d mekanik (luka bakar)
F.
Intervensi
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
|
Setelah
dilakukan askep selama 3x24 jam cairan adekuat dengan
Kriteria
Hasil :
Ø Mempertahankan
urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
Ø Tekanan
darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Ø Tidak
ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
|
Ø Fluid management
Ø Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Ø Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Ø Monitor vital sign
Ø Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
kalori harian
Ø Kolaborasikan pemberian cairan IV
Ø Monitor status nutrisi
Ø Berikan cairan IV pada
Ø Dorong masukan oral
Ø Berikan penggantian nasogatrik sesuai output
Ø Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Ø Tawarkan
snack ( jus buah, buah segar )
Ø Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
meburuk
Ø Atur kemungkinan tranfusi
Ø Persiapan untuk tranfusi
|
Nyeri
akut b/d Agen injury : Fisisk
|
Nyeri
teratasi/berkurang setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil :
Ø
tidak ada keluhan nyeri
Ø
ekspresi wajah rileks
Ø
bebas nyeri disaat beraktifitas
Ø
vital sign normal
Ø
skala nyeri 0
|
Ø
Kaji karakteristik nyeri
Ø
Monitor vital sign dan skala
nyeri secara teratur
Ø
Jelaskan penyebab nyeri
Ø
Ajarkan teknik relaksasi
Ø
Jelaskan ;pada keluarga peran yang
dapat dilakukan untuk menguranggi nyeri (massage, kompres hangat, dll)
Ø
Batasi aktifitas selama priode
nyeri
Ø
Berikan terapi analgetik sesuai
advis untuk mengurangi nyeri
|
Kerusakan
integritas kulit b/d mekanik (luka bakar)
|
Integritas kulit baik
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam.
Kriteria Hasil :
Ø Bebas
dari luka tekan
Ø Bebas
iritasi kulit
Ø Tidak
kemerahan
|
Ø Anjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Ø Jaga
kebersihan kulit agar tetap b ersih dan kering
Ø Mobilisasi
pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
Ø Monitor
aktivitas dan mobilisasi pasien.
Ø Monitor
setatus nutrisi pasien
Ø Memandikan
pasien dengan sabun dan air hangat
Ø Kolaborasi
dalam pemberian obat
|
G. Implementasi
Waktu
|
Diagnosa
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
Jumat 10 Mei 2013
16.00
16.05
16.10
16.10
16.20
|
Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
|
Ø Melakukan kolaborasi
pemberian cairan IV
Klien terpasang infuse RL
makro set 60 tpm
Ø Melakukan kolaborasi pemasangan kateter.
Ø Mendorong
masukan oral
Klien minum 120 cc susu
Ø Memonitor vital sign
Nadi : 80x/menit
RR : 30x/menit
Ø Mempertahankan catatan intake dan output yang akurat
Selama di IGD
Intake = infus 200 + minum 120
Intake = 220
Output = tidak ada urin
|
S :
O :
a. Klien terpasang infuse RL 60 tpm
b. Klien minum 120 cc susu
c. Nadi : 80 x/menit
d. RR : 30 x/menit
e. Output : urin tidak ada
A : Masalah
kekurangan volume cairan belum teratasi
P :
a. Klien
pindah ke ICU
b. RL
+ kebutuhan cairan 3200 cc
c. 8
jam pertama 16.00-00.00 = 1600cc = 60 tpm
d. 8
jam kedua dan ketiga 00.00-08.00 dan 08.00- 16.00 = 800 cc = 25 tpm
|
16.00
16.05
16.05
16.10
|
Nyeri akut b/d Agen
injury : Fisisk
|
Ø Memberikan
posisi yang nyaman
Ø Menganjurkan ibu memberikan teknik relaksasi (terapi musik) untuk menggurangi
nyeri
Klien terlihat tenang
Klien berhenti menangis
Ø Menganjurkan ibu memassage pada bagian tubuh yang
tidak terkena luka bakar
Ø Memonitor
Vital Sign
N
: 80x/menit
R
: 30x/menit
|
S :
O :
a. Terdapat
luka bakar greade 2
pada wajah. kelp ekstremitas
dan punggung
b. Luka
basah
c. Luka
Berwarna kemerahan
d. Luas
luka bakar 66 %
e. Terdapat
bula
f. Klien
tampak tenang
g. Klien berhenti menangis
A : Masalah nyeri akut belum belum teratasi
P :
a.
Klien pindah ICU
|
16.00
16.05
|
Kerusakan integritas
kulit b/d mekanik (luka bakar)
|
Ø Menjaga kebersihan kulit
Ø Melakukan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat burnazin salep
|
S :
O :
a. Terdapat
luka bakar greade 2
pada wajah, kepala,
ekstremitas
dan punggung
b. Luka
basah
c. Luka
Berwarna kemerahan
d. Luas
luka bakar 66%
e. Terdapat
bula
A
: Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
P
:
a. Klien
pindah ke ICU
b. Pemberian
salep Burnazin 2 x 2 hari
c. Consul
dokter bedah
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns. Dengan judul
Penatalaksanaan luka bakar (combustio) pada tahun 2012 adalah Untuk klien
dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi
reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain
yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang);
pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital
signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan
data; dan perawatan luka.
Berikut adalah penjelasan dari
tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a.
Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain
yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan
nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi untuk lebih memastikan ada tidaknya
kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan
pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti
patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan
segera diketahui dan ditangani.
b.
Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka
bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena
perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal
dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar
yang cukup luas atau pada klien dimana tempat – tempat untuk pemberian
intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada
vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau
femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar
harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi
cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan.
c.
Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan
untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang
reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d.
Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 %
-25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko
terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari mengenai
sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan
membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih
dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas
bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.
e.
Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi
yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya
resuscitasi.
f.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN
(blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar
gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika
terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray
untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan
jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua
klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan
voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
g.
Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai
melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui
intramuskuler atau subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan
lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindahan
cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk
mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
h.
Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling
ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu
harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi,
bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya.
Pada LB yang mengenai
sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan
membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih
dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas
bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.
Perawatan luka dibagian emergensi
terdiri dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju hangat untuk
memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah
diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan
menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu
menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan
steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.
Begitu juga
penatalaksanan yang dilakukan terhadap klien kami An. Z yang mengalami luka
bakar grade 2 (80%) tindakan yang dilakukan pertama kali adalah pemberian O2 2
liter permenit, pemasangan infuse RL makro set 60 tpm dan memberikan cairan
susu peroral untuk mengganti cairan yang hilang, pada klien kami juga dilakukan
pemasangan kateter untuk mengukur ke adekuatan pemberian cairan, pada luka
bakar klien diberikan salep burnazin
Dan hal ini di dukung pila oleh penelitian yang
dilakukan oleh syafri kamsul arif tentang manajemenpemberian cairan pada klien
dengan luka bakar tahun 2009 adalah Pasien luka bakar memerlukan resusitasi cairan
dengan volume yang besar segera setelah trauma. Resusitasi cairan yang tertunda
atau yang tidak adekuat merupakan resiko yang independen terhadap tingkat
kematian pada pasien dengan luka bakar yang berat15. Tujuan dari resusitasi
pasien luka bakar adalah untuk tetap menjaga perfusi jaringan dan meminimalkan
edema interstitial.
Pemberian volume cairan seharusnya terus menerus
dititrasi untuk menghindari terjadinya resusitasi yang kurang atau yang
berlebihan. Pemberian volume cairan yang besar ditujukan untuk menjaga perfusi
jaringan, namun jika berlebihan dapat menyebabkan terjadinya udema dan sindrom kompartemen
pada daerah abdomen dan ekstremitas. Paru paru dan kompartemen jaringan akan
dikorbankan untuk meningkatkan fungsi ginjal, yang bermanifestasi sebagai udema
post resusitasi, kebutuhan trakeostomi, kebutuhan fasciotomi pada ektremitas bawah,
dan kompartemen sindrome pada abdomen. Sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang
jenis cairan yang harus digunakan untuk resusitasi luka bakar, namun setiap
jenis cairan masing masing mempunyai keuntungan dan kerugian tergantung kondisi
pasien. Yang paling penting adalah apapun jenis cairan yang diberikan, volume
cairan dan garam yang adekuat harus diberikan untuk menjaga perfusi jaringan
dan memperbaiki hemostasis. Bufer cairan kristaloid seperti ringer lactate merupakan
cairan yang paling popular untuk resusitasi sampai saat ini. Formula resusitasi
klasik yang dimodifikasi oleh broke dan parkland dikembangkan dari formula
Evans and Brooke yang menyarankan pemberian 2 ml/kg/% total tubuh yang terkena
luka bakar selama 24 jam pertama.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Luka
bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua
kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih
sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau
lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008)
Untuk
klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan
meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan
trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang
hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube (NGT);
pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis
tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
Penatalaksanaan
yang dilakukan terhadap klien kami An Z sudah benar dan sesuai dengan
penanganan emergensi yang seharusnya hanya saja dalam melakukan perawatan luka
pada klien dengan luka bakar diharapkan tetap menjaga ke sterilan untuk
mencegah terjadinya infeksi.
B.
Saran
a.
Dapat
mempertahankan tindakan tepat dan cepat pada saat menangani klien dengan
emergensi
b.
Diharapkan
tetap menjaga kesterilan dalam melakukan perawatan luka bakar untuk mencegah
terjadinya infeksi
Corwin, Elisabeth,J. 2000,
patofisiologi Alih Bahasa , Jakarta: EGC
Kartini,
M. 2009. Efek Penggunaan Madu Dalam
Manajemen Luka Bakar. Temanggung: AKPER Ngesti Waluyo
Mansjoer , A. 2000,
Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jakarta: FKUI
NANDA, 2012-2014, Panduan
Diagnosa Keperawatan: Prima Medika
NIC dan
NOC, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Wilkinson Judith M, EGC: Jakarta
Nurhidayah,
dkk. 2009. Hubungan Perawatan Luka Bakar
Secara Tertutup dengan Proses Penyembuhan Luka pada Pasien Luka Bakar Derajat
II di IBS RSUD dr. Kanujoso Jatiwibowo Balikpapan”. Balikpap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar